Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit dengan jumlah kasus cukup
yang banyak di Indonesia sehingga mendorong dunia kedokteran melakukan
pendalaman penanganan mengenai patogenesis dan terapinya. Oleh karena
itu, di Surabaya, diadakan pertemuan yang membahas penanganan diabetes
terbaru dalam acara “Surabaya Diabetes Update-XIX dan Metabolic
Cardiovascular Disease Surabaya Update-5” yang diselenggarakan di hotel
JW Marriott, 6-8 November 2009.
Salah satu topik yang dibahas dalam seminar ini adalah Peran
Antioksidan, khususnya peran N-acetylcysteine dalam menangani DM. Topik
ini dipresentasikan oleh DR. Dr. Gunawan Subrata, MBA, yang juga
merupakan Presiden Direktur P.T. Zambon Indonesia dan Far East
Countries.
Menurut DR.Gunawan, faktor penting yang dapat menimbulkan berbagai
penyakit pada manusia adalah adanya stres oksidatif dan inflamasi. Stres
oksidatif dapat menginaktivasi antiproteinase, disfungsi endothel/
jaringan, pelepasan mediator-mediator proinflamasi, serta aktivasi
sel-sel imunitas seperti lekosit polinukleus, limfosit, dan makrofag.
Sel-sel yang teraktivasi ini dapat memproduksi cytokine, oksidan, dan
banyak mediator lain yang berperan dalam inflamasi. Beberapa contoh dari
radikal bebas adalah superoksida (O2o), hydrogen peroksida (H2O2), dan hidroksil radikal (Oho)
dengan sifat yang sangat reaktif dan merupakan molekul yang tidak
stabil. Radikal bebas ini dapat mengubah susunan protein, lemak, dan
karbohidrat pada sel tubuh. Jika perubahan susunan terjadi pada bagian
yang penting pada sel tubuh maka sel tersebut tidak lagi dapat
menjalankan fungsinya secara normal. Sering kali antioksidan yang
dibentuk tubuh tidak cukup untuk mengimbangi kadar oksidan yang beredar
dalam tubuh sehingga diperlukan suplemen senyawa antioksidan.
DR. Gunawan menambahkan bahwa berdasarkan penelitian Lester Packer
dari University of California di Berkeley, Amerika Serikat, terdapat
ratusan macam antioksidan. Dari jumlah tersebut, hanya lima yang
merupakan key network antioxidants yaitu glutation, vitamin C, vitamin E, lipoic acid,
dan Coenzyme Q10 (CoQ10). Dua dari antioksidan ini tidak dapat
diproduksi dalam tubuh sehingga harus didapatkan dari makanan, yaitu
vitamin C dan vitamin E. Sedangkan tiga jenis yang lain diproduksi dalam
tubuh, tetapi kadarnya dapat menurun seiring pertambahan usia dan dalam
keadaan infeksi serta inflamasi.
Pada kasus DM, yang sering dikhawatirkan adalah timbulnya komplikasi
yang biasanya berpengaruh pada pembuluh darah, baik mikrovaskular maupun
makrovaskular serta sistem saraf. Gunawan menuturkan bahwa setidaknya
terdapat paling sedikit empat jalur pokok yang berperan pada kerusakan
pembuluh darah akibat hiperglikemia, yaitu peningkatan aktivitas poliol
yang menyebabkan akumulasi sorbitol dan fruktosa; peningkatan
pembentukan hasil akhir glikasi; aktivasi protein kinase C dan nuclear
factor-kB (NF-kB); serta peningkatan aliran hexosamine.
Pada DM, salah satu tanda yang ditemukan pada darah dan sel/jaringan
penderita adalah kadar Glutathione SulfHydryl (GSH) yang rendah, lanjut
Gunawan. Seperti sudah dijelaskan di atas bahwa glutation diperlukan
oleh tubuh untuk mengatasi radikal bebas yang beredar dalam tubuh.
Glutation intraselular adalah antioksidan yang paling kuat menurut
Lester Packer. Jika kadar glutation berkurang maka kerusakan pada
sel/jaringan tubuh dapat terjadi, sehingga kehilangan atau penurunan
kadar GSH perlu ditingkatkan kembali. Salah satu cara untuk dapat
meningkatkan kadar GSH intraselular adalah dengan pemberian
N-acetylcysteine (NAC) yang merupakan prekursor dari glutation. Gunawan
menjelaskan bahwa pemberian glutation secara oral tidak efektif karena
akan dirusak oleh asam lambung dan enzim dalam tubuh sehingga tidak
efektif menjalankan fungsinya. Juga tidak mungkin untuk memberikan
bentuk aktif cysteine yaitu L-cysteine, karena absorpsinya rendah di
intestinal, kelarutan dalam air lemah, dan cepat mengalami metabolisme
di hati.
NAC adalah senyawa yang sudah digunakan dalam praktik klinik sejak
1960 sebagai zat mukolitik untuk penanganan penyakit respiratorik. Akan
tetapi, seiring perkembangan penelitian di bidang kedokteran, NAC
terbukti juga memberikan khasiat dalam mengatasi radikal bebas dan
inflamasi serta dapat memperbaiki sistem imun. NAC adalah senyawa yang
mengandung thiol bebas (SulHydryl = SH) yang juga merupakan prekursor
dari L-cysteine dan mempunyai rumus kimia C5H9NO3S. Selain sebagai free-radical scavenger yang bekerja langsung menetralkan radikal-radikal bebas, NAC juga bekerja sebagai antioksidan tidak langsung (indirect)
dengan menyediakan L-cysteine untuk meningkatkan produksi GSH secara
intraselular. Aktivitas antiinflamasi NAC mengontrol pelepasan sitokin
dan adhesi selsel inflamasi agar inflamasi tidak berkelanjutan;
meningkatkan sistem imun; serta memperbaiki kelainan struktur dan fungsi
sel darah merah pasien diabetes dalam membawa oksigen sehingga
memperbaiki hipoksia jaringan agar proses metabolisme energi dapat
berlangsung. Aktivitas antioksidan dan aktivitas menghambat TNF-kB
(faktor transkripsi DNA penting) dan AP-1 dari NAC sangat penting untuk
memperbaiki keadaan glikemia, resistensi insulin, dan mencegah kerusakan
DNA sel pada diabetes. Dengan demikian, NAC dapat berfungsi mencegah
komplikasi diabetes, mempertahankan kadar gula darah, dan mencegah
fluktuasi akut kadar gula dalam jangka waktu tertentu.
NAC dapat diserap secara cepat dan lengkap oleh sistem pencernaan dan
dapat segera dimetabolisme menjadi L-cysteine yang merupakan prekursor
lang-sung dari sintesis GSH intraseluler, lanjut Gunawan. Pada pasien
DM, DR.Gunawan menyarankan pemberian NAC minimal sebesar 1200 mg per
hari atau dua tablet effervescent 600 mg per hari. Produk
orisinil NAC yang tersedia di Indonesia dipasarkan oleh P.T. Zambon
Indonesia, yaitu Fluimucil yang diberikan secara oral (kapsul 200 mg,
sachet granul 200 mg, sachet granul 100 mg, dry syrup 75 ml dan
150 ml) serta Hidonac 20% (NAC 5 gram /25 ml yang berupa infus dan
ampul 10%; NAC 300 mg/3 ml) yang dapat diberikan per inhalasi dengan
nebulizer, intravena, dan deep intramuscular.
Sumber: http://http://www.jurnalmedika.com